LIRA dan KUTUKAN SALVERA
Karya: Abby Vancel
Setelah Lira mengalahkan Penyihir Bayangan, negeri peri kembali cerah. Namun, ancaman baru muncul. Di Istana Awan, Pangeran Eldrin datang membawa kabar buruk.
"Sungai Perak di negeri kami mengering. Tanpa itu, tanah akan gersang."
Ratu Bidadari khawatir. "Siapa yang melakukan ini?"
Eldrin menjawab, "Penyihir Es, Salvera. Ia membekukan sumber air di pegunungan."
Lira dan Kiko siap membantu. "Kami akan pergi ke sana!" kata Lira.
Mereka memulai perjalanan ke Pegunungan Beku. Eldrin ikut membantu. Di tengah perjalanan, mereka tiba di sebuah lembah gelap. Kabut hitam menyelimuti jalan.
"Hati-hati, ada sesuatu di sini," bisik Kiko.
Tiba-tiba, makhluk bayangan bermata merah muncul dari kabut. Makhluk itu melayang di udara. Suaranya berbisik menyeramkan.
"Pergi atau kalian akan terjebak selamanya!"
Lira mencoba sihir cahayanya, tetapi makhluk itu menepisnya dengan bayangan pekat.
"Serangannya terlalu cepat!" kata Lira panik.
Makhluk bayangan mulai mengepung mereka. Eldrin mengayunkan pedang sihirnya. Namun, setiap kali ditebas, makhluk itu kembali menyatu.
"Bagaimana kita melawannya?" tanya Eldrin.
Kiko berpikir cepat. "Mereka takut panas! Kita butuh api!"
Lira mengingat sesuatu. Ia mengayunkan tongkatnya, menciptakan bola api kecil. Cahaya api membuat makhluk-makhluk itu bergerak mundur, tetapi belum pergi.
"Api kecil tak cukup!" seru Eldrin.
Lira menggenggam tongkatnya erat. Ia menutup mata dan berkonsentrasi. Kilatan cahaya menyala terang di ujung tongkatnya.
"Pergilah!" teriak Lira.
Cahaya meledak, menyinari lembah. Makhluk bayangan berteriak kesakitan. Mereka mencoba bersembunyi dalam kabut, tetapi cahaya semakin kuat. Satu per satu makhluk itu menghilang. Kabut pun mulai menipis. Lembah kembali terang. Lira terengah-engah, tetapi tersenyum.
"Kita berhasil!"
"Bagus sekali, Lira!" seru Kiko.
"Ayo cepat!" kata Eldrin. "Salvera masih harus kita hadapi!"
Mereka melanjutkan perjalanan dan akhirnya sampai di gua es tempat Salvera bersembunyi.
Salvera tertawa. "Hahaha… Kalian datang terlambat! Sungai Perak akan mengering selamanya!"
Lira mengangkat tongkatnya, tetapi Salvera membekukannya dengan es.
"Sihirku tak bisa digunakan!" seru Lira.
Kiko melompat ke arah Salvera, mencoba mengalihkan perhatiannya.
Eldrin menyerang dengan pedangnya, tetapi Salvera sangat kuat. Ia melemparkan badai salju yang membuat mereka hampir tak bisa bergerak.
Lira berusaha menarik tongkatnya yang terjebak dalam es.
"Aku butuh panas untuk melepaskan sihirku!"
Kiko mengambil batu kecil dan menggigitnya, mengeluarkan percikan api.
"Kiko, lakukan lagi di dekat tongkatku!" seru Lira.
Kiko melompat dan menciptakan percikan api lebih besar. Es di tongkat Lira mulai mencair.
Lira akhirnya bisa menggerakkan tongkatnya lagi. Dengan cepat, ia mengayunkan tongkatnya ke arah dinding es.
Cahaya hangat terpancar, dan es di sekeliling mereka mulai mencair.
Salvera berteriak. "Tidak! Es adalah kekuatanku!"
Tiba-tiba, tanah di bawah Salvera mulai retak. Es mencair semakin cepat, dan ia terseret ke dalam arus air yang deras. Dengan tenaga terakhirnya, Salvera berusaha melarikan diri, tetapi kekuatannya sudah hilang. Ia menghilang dalam kabut dingin.
Lira, Eldrin, dan Kiko berlari ke Sungai Perak. Salju mulai mencair, dan air kembali mengalir. Tak lama, air sungai memenuhi tanah yang kering. Tanaman kembali tumbuh. Mereka kembali ke istana.
"Kalian telah menyelamatkan negeri kami," kata Eldrin.
Ratu Bidadari tersenyum. "Kebaikan selalu mengalahkan kejahatan."
Lira dan Kiko bahagia. Mereka tahu petualangan belum berakhir.
Eldrin menatap mereka. "Aku yakin Salvera belum benar-benar musnah. Kita harus bersiap."
Lira mengangguk. "Jika ia kembali, kita akan menghadapinya bersama!"
*****