Satu Cinta Dua Iman
Karya: Tiek Saja
Rrring ... Rrring....
Suara telpon diruang keluarga berbunyi. Aku bergerak malas dari kursi sofa di ruang tamu. Namun mau tidak mau harus mengangkat telepon, takutnya ada hal penting yang ingin disampaikan oleh si penelpon.
"Halo, Assalamualaikum, dengan kediaman keluarga Hadimawan." ku sapa orang yang menelpon diseberang sana.
"Halo, ini dengan Dina, yaa? ini kak Bayu, De'." Terdengar suara diseberang sana menyapaku.
Aku terlonjak gembira mendengar suara diseberang telepon. Pasalnya aku memang lagi menunggu-nunggu teleponnya
Tak lama aku pun asyik bercakap-cakap dengan kak Bayu.
Kebetulan hari ini orang rumah lagi pergi semua, jadi aku bisa agak lama berbicara via telepon rumah.
Biasanya mama akan menegurku jika terlalu lama menggunakan telepon rumah, takutnya ada keluarga yang ingin menelpon untuk mengabari hal penting tapi tak bisa menelepon karena jaringannya sibuk dipakai ngobrol hal-hal yang tak penting.
Aku Dina Agnia anak kedua sekaligus bungsu dalam keluarga. Saat ini sedang menempuh perkuliahan semester 5 jurusan Farmasi. Sementara Kakakku satu-satunya, Dani Mahesa, lulusan dari salah satu sekolah pelayaran di Jakarta dan kini bekerja di Dinas Kelautan setempat.
Orang yang menelpon tadi namanya Bayu Kristianto, sahabat karib kakakku. Sekarang bekerja di salah satu kapal swasta yang bergerak dalam bidang Perikanan.
Sudah hampir setahun ini kami menjalin hubungan cinta diam-diam. Kenapa harus diam-diam? Alasan yang pertama karena kak Dani, tidak pernah setuju jika aku pacaran dengan temannya. Yang kedua karena tembok diantara aku dan kak Bayu sangat tinggi. Kami berbeda keyakinan.
Sebenarnya dari awal aku berusaha menghindar, karena aku sadar bahwa hal ini tak akan berjalan mulus. Tapi kak Bayu meyakinkan untuk menjalani saja dulu .
Akhirnya disinilah kami menjalani hubungan rahasia.
Hari ini rencananya aku mau ketemuan dengan kak Bayu, tapi bingung bagaimana caranya minta izin ke mama, karena pasti mama akan minta kak Dani untuk mengantarkan aku ketempat yang akan ku datangi, sementara kak Dani tidak boleh tahu kalau aku akan bertemu dengan kak Bayu.
Disaat aku sedang memikirkanbagaimana cara bisa dapat izin mama untuk keluar tanpa harus melibatkan kak Dani, tiba-tiba telepon di ruang tamu berbunyi. Aku bergegas mengangkatnya.
"Halo. Assalamualaikum. Dengan kediaman keluarga Hadimawan." Sapaku.
"Halo Waalaikumsalam, Dinda yaa, kak Bayu nihh." terdengar suara dari seberang sana.
"Oohh, kak Bayu." Aku menurunkan volume suaraku, takut didengar oleh kak Dani yang sedang berada dikamarnya.
"Nanti malam jadi kan ketemuannya?" tanya kak Bayu.
"Aku kayaknya gak bisa, kak." jawabku sambil menghela nafas.
"Kenapa, De'? tanya kak Bayu lagi.
"Kan kak Bayu tahu sendiri aku gak bisa keluar kalau gak diantar sama kak Dani." jawabku dengan suara tercekat.
Kak Bayu terdiam, sejenak hening tercipta di antara kami.
"Ohh gini aja, coba panggil kak Dani, kak Bayu mau bicara." Tiba-tiba kak Bayu bersuara.
"Kak Bayu mau bilang apa? jangan aneh-aneh deh, Kak!" tanyaku dengan suara yang berubah panik
"Sudah, panggilin aja dulu, semua aman kok." jawab kak Bayu.
"Kak Dani, ini ada telepon dari kak Bayu." teriakku memanggil kakakku.
Pintu kamar kak Dani terbuka, dia kemudian menghampiriku, lalu mengambil gagang telepon dari tanganku.
" Ya Bay, kenapa? Kamu sehat kan? lagi dimana sekarang?" Kak Dani mencecar pertanyaan kepada kak Bayu.
Aku beranjak keluar ke ruang tamu. Penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Pun apa yang akan dikatakan kak Bayu kepada kak Dani untuk bisa bertemu denganku nanti.
Terdengar tawa kak Dani memenuhi ruangan. Tak lama telepon di tutup, Ku dengar langkah kaki kak Dani mendekat ke arahku. Aku pura-pura fokus membaca novel ditanganku.
"Nanti malam ikut kakak yaa?!" Ajak kak Dani kepadaku.
"Kemana kak?" tanyaku, sambil mendongakkan kepala ke sosoknya yang tinggi menjulang.
"Bayu ngajak ketemuan, kapalnya lagi berlabuh. sudah lama juga tidak ketemu anak itu." jawab kak Dani.
"Terus kenapa aku juga diajak? bukannya kakak gak suka kalau aku bergaul dengan teman kakak?" tanyaku penasaran.
"Kan Bayu beda, dia bukan cuma sekedar teman biasa, dia sudah kayak saudara kakak, jadi ya sudah kayak kakak kamu sendiri" Jawab kak Dani sambil mengelus kepalaku.
Aku kemudian mengangguk, tanda mengiakan ajakannya.
Malam pun tiba. Aku mematut diri didepan cermin, Kemeja putih, dengan lengan 3/4, dipadukan rok kain se-betis warna biru laut serta sepatu teplek yang senada dengan warna rok-ku. Sementara rambutku yang agak ikal sebahu hanya kupakaikan asesoris penjepit saja. Ku poles pipiku dengan bedak dan diakhiri dengan pemerah bibir tipis-tipis.
Baru saja selesai, seiring pintu kamarku diketok. Terdengar suara kak Dani memanggilku untuk bergegas.
Aku membuka pintu dan bersiap untuk pergi. Tiba-tiba tanganku ditarik oleh kak Dani. Dia lalu memandangiku dari atas sampai bawah. "Tumben adik kak Dani dandan cantik begini. Bahaya ini, bisa-bisa Bayu kepincut sama kamu". Ujar kak Dani.
Aku hanya nyengir untuk menutupi rasa salting-ku.
Setibanya di Cafe yang telah disepakati, kulihat kak Bayu tengah asyik ngobrol dengan beberapa temannya yang juga hadir malam itu. Ada 3 orang cewek dan 2 orang cowok yang tak ku kenal. Setelah acara perkenalan, aku memisahkan diri dari tamu yang lain. Kupilih meja yang paling pojok dan agak terlindung dari meja lainnya. Aku agak tak suka dengan keramaian. Saat lagi menikmati musik yang mengalun dari speaker Cafe, tiba-tiba bahuku ditepuk oleh seseorang, aku menoleh untuk melihat pelakunya. Ternyata kak Bayu. Senang sekaligus agak cemas, kulayangkan pandanganku ke arah kak Dani berada, yang ternyata lagi serius ngobrol dengan seorang cewek.
"Gak usah khawatir, kak Bayu sudah izin ke kak Dani untuk nemenin Dina disini." Ujar kak Bayu seolah bisa membaca pikiranku.
Kamipun berbincang banyak hal, saling bertukar kabar setelah beberapa lama tak bertemu. Hingga akhirnya kak Bayu mengungkapkan niatnya untuk bertemu dengan mama dan papa, katanya dia ingin menjalin hubungan yang lebih serius denganku. Alih-alih senang aku malah panik. Untukku ini terlalu cepat. Ini bukan hal sepele, alih-alih dapat restu, yang ada malah kemungkinan kami bisa dipaksa untuk berpisah.
Kulihat wajah kak Bayu agak kecewa saat kuutarakan pendapatku. "Kak Bayu pikir Dina mau berjuang untuk hubungan ini, bagaimana kita bisa tahu keputusan mama dan papa Dina, kalau kita tidak pernah mengungkapkannya langsung. Kak Bayu nggak mau terus-terusan main kucing-kucingan seperti ini. kita sudah bukan Abege lagi, Dik."
"Kak Bayu pikir Dina mau kayak begini? sembunyi-sembunyi untuk ketemu dengan orang yang Dina sayang? Nggak kak, Dina juga lelah. Tapi Dina tahu bagaimana karakter mama dan papa. Belum lagi dengan kak Dani." Aku menjawab dengan suara tercekat. Mataku mulai berkaca-kaca. Sesak rasanya ada dalam kondisi begini.
"Tapi setidaknya kasih kak Bayu kesempatan untuk mencoba bicara dengan mama dan papa Dina. Atau mungkin bicara dengan kak Dani dulu, siapa tahu kak Dani bisa memahami dan bantu untuk menyampaikannya ke mama dan papa." Sahut kak Bayu untuk meyakinkanku.
"Mau bicara apa Bay, kok kayaknya serius banget" Tiba-tiba kak Dani muncul dan bertanya. Aku kaget dan langsung melihat ke arah kak Bayu berusaha memberi tanda agar jangan berterusterang tentang hubungan kami. Tapi sepertinya Kak Bayu sudah sangat yakin untuk memberitahu kak Dani.
Setelah hampir 15 menit kak Bayu menjelaskan semuanya, tiba-tiba kak Dani langsung berdiri dan menarik tanganku.
"Ayo pulang Dina, kita bahas ini dirumah. Dan kamu Dani Mahendra, mulai sekarang aku minta untuk jangan dekati adikku lagi. Kali ini aku tak menghajarmu karena masih mengingat persahabatan kita. Tapi entah besok lusa.
Kak Bayu berusaha menghentikan langkah kak Dani yang bergegas keluar dari Cafe sambil menarikku untuk bersamanya. Tak dipedulikannnya pipiku yang basah karena airmata dan suaraku yang memelas untuk dilepaskan.
"Dani, tolong dengar aku dulu. Aku serius dengan Dina makanya aku memutuskan untuk cerita, berharap kamu bisa mengerti dan mau membantuku untuk meminta restu mama dan papa. Tolong Dani, lepasin tangan Dina juga, jangan diseret begitu."
Kak Bayu menahan tangan kak Dani.
Kak Dani berhenti dan menatap tajam kearah kak Bayu.
"Kamu betul-betul bajingan Bayu. Dari awal kamu tahu, tembok antara kamu dengan adikku itu sangat tinggi. Panggilan ibadah kita berbeda, kamu dengan lonceng sementara Dina dengan kumandang Adzan. Dina rukuk dan sujud, sementara kamu tetap tegak berdiri. Apa yang akan kamu ubah dari itu semua? Yang jelas tak akan kubiarkan adikku mengubah gerakan ibadahnya!"
"Aku yang akan mengubah gerakanku!" Jawab kak Bayu dengan pasti sambil menatap kak Dani.
"Mari kita lihat usaha dan kesungguhanmu. Kau tahu dimana rumah kami, silahkan bawa orangtuamu jika kau benar-benar serius, tak akan pernah kau dapat restu dari kami, sebelum kau dapat restu dari orangtua-mu.
Kak Dani menarikku untuk pulang, menjauh dari kak Bayu.
Sejak kejadian itu, aku dibatasi untuk menerima telepon dirumah. Kak Dani benar-benar memutuskan aksesku untuk bisa berkomunikasi dengan kak Bayu. Hingga 2 bulan setelah kejadian itu, kak Bayu memboyong kedua orangtuanya ke rumah. Sayangnya kak Bayu hanya bilang akan membawa keduanya untuk bertemu dengan calon istrinya tanpa menjelaskan hal lainnya.
Beruntung kami memiliki orangtua yang mau berbicara dengan kepala dingin. Orangtua kak Bayu cukup terkejut dengan keputusannya untuk berpindah keyakinan. Ayahnya menyerahkan semua keputusan kepada kak Bayu. Sementara Ibunya terlihat kecewa tapi tetap bisa mengeluarkan petuah bijak untuk kami berdua. Beliau berpesan kepada kak Bayu untuk meyakini agama atas dasar iman kepada Tuhan bukan hanya karena cinta kepada insan. Bisa ku lihat raut wajah ibunya yang kecewa dan memendam kesedihan.
Kupandangi wajah mama dan berusaha memahami bagaimana jika mama yang ada di posisi ibu kak Bayu.
Tiba saatnya aku yang diberi waktu untuk berbicara, memberi keputusan untuk melanjutkan hubungan ini atau berhenti sampai disini.
kuhela nafas, kupandangi semua wajah orangtua didalam ruangan itu, setelahnya kualihkan pandanganku ke wajah kak Bayu, lelaki yang hampir setahun belakangan mengisi hari-hariku. Hatiku terpaut pada semua kebaikannya. Tak bisa kusangkal ada harapan lebih yang kutitipkan padanya. Tapi tak sanggup rasanya kupatahkan hati wanita lain yang kasihsayangnya sepanjang hayat untik kak Bayu dengan rasa cintaku yang baru seumur jagung.
Dengan tersendat-sendat kuutarakan keputusanku didepan semua keluarga, bahwa aku tak bisa meneruskan hubungan ini dengan banyak pertimbangan.
Kak Bayu menatapku lalu kemudian tertunduk dalam. Aku menatapnya dalam diam. Sungguh begitu besar rasa sayang ini, aku mungkin punya nyali untuk menggenggam tanganmu, tapi aku tak punya hati untuk merenggutmu dari Tuhan-mu.
Semoga waktu akan mengobati rasa luka ini dan kelak mempertemukan kita dengan jodoh yang setara baik cinta juga ibadahnya.
Bionarasi :
Subthanti Amda biasa dipanggil dengan Tiek saja. Seorang Istri dengan 2 orang anak laki-laki. Menyukai hujan, buku dan ma